Sunday, May 27, 2012


A. Pendahuluan
Hadits Nabi telah ada sejak awal perkembangan Islam adalah sebuah kenyataan yang tak dapat diragukan lagi. Hadits Nabi merupakan sumber ajaran Islam, di samping al-Qur’an. “Hadits atau disebut juga dengan Sunnah, adalah segala sesuatu yang bersumber atau didasarkan kepada Nabi SAW., baik berupa perketaan, perbuatan, atau taqrir-nya. Hadits, sebagai sumber ajaran Islam setelah al-Qur’an, sejarah perjalanan hadits tidak terpisahkan dari sejarah perjalanan Islam itu sendiri. Akan tetepi, dalam beberapa hal terdapat ciri-ciri tertentu yang spesipik, sehingga dalam mempelajarinya diperlukan pendekatan khusus”.
Pada zaman Nabi, hadits diterima dengan mengandalkan hafalan para sahabat Nabi, dan hanya sebagian hadits yang ditulis oleh para sahabat Nabi. Hal ini disebabkan, “Nabi pernah melarang para sahabat untuk menulis hadits beliau. Dalam pada itu, Nabi juga pernah menyuruh para sahabat untuk menulis hadits beliau.
Dalam sejarah, pada zaman Nabi telah terjadi penulisan hadits, misalnya berupa surat-surat Nabi tentang ajakan memeluk Islam kepada sejumlah pejabat dan kepala negara yang belum memeluk Islam. Sejumlah sahabat Nabi telah menulis hadits Nabi, misalnya Abdullah bin ‘Amr bin al-’As (w.65 H/685 M), Abdullah bin ‘Abbas (w.68 H/687 M), ‘Ali bin Abi Thalib (w. 40 H/661 M), Sumrah (Samurah) bin Jundab (w. 60 H), Jabir bin Abdullah (w. 78 H/697 M), dan Abdullah bin Abi Aufa’ (w.86 H). Walaupun demikian tidaklah berarti bahwa seluruh hadits telah terhimpun dalam catatan para sahabat tersebut.
Menurut H.Said Agil Husain al-Munawar, penulisan hadits bersifat dan untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, hadits-hadits yang ada pada para sahabat, yang kemudian diterima oleh para tabi’in memungkinkan ditemukan adanya redaksi yang berbada-beda. Sebab, ada yang meriwayatkannya sesuai atau sama benar dengan lafazh yang diterima dari Nabi (yang disebut dengan periwayatan bi al-lafzhi), dan ada yang hanya sesuai makna atau maksudnya saja (yang disebut dengan periwayatan bi al-ma’na), sedang redaksinya tidak sama. Lebih lanjut H.Said Agil Husain al-Munawar, mengatakan bahwa di antara para sahabat yang sangat ketat berpegang kepada periwayatan bi al-lafzhi, ialah Abdullah bin Umar. Menurutnya, tidak boleh ada satu kata atau huruf yang dikurangi atau ditambah dari yang disabdakan Rasul SAW.
Dengan demikian, hadits Nabi yang berkembang pada zaman Nabi (sumber aslinya), lebih banyak berlangsung secara hafalan dari pada secara tulisan. Penyebabnya adalah Nabi sendiri melarang para sahabat untuk menulis hadits-nya, dan menurut penulis karakter orang-orang Arab sangat kuat hafalannya dan suka menghafal, dan ada kehawatiran bercampur dengan al-Qur’an. Dengan kenyataan ini, sangat logis sekali bahwa tidak seluruh hadits Nabi terdokumentasi pada zaman Nabi secara keseluruhan.



Pengertian Hadits,Sunnah,Khabar,dan Atsar
A. Hadits
Menurut bahasa kata hadits memiliki arti;
a. al  ampe minal asyya (sesuatu yang baru), lawan dari qodim. Hal ini mencakup sesuatu (perkataan), baik banyak ataupun sedikit.
b. Qorib (yang dekat)
c. Khabar (warta), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain dan ada kemungkinan benar atau salahnya. 
Dari makna inilah diambil perkataan hadits Rasulullah saw.
Dalam hal ini, Allah juga menggunakan kata hadits dengan arti khabar, dalam firman-Nya;
فليأتوا بحديث مثله إن كانوا صادقين.
Artinya : “maka hendaklah mereka mendatangkan khabar yang sepertinya jika mereka orang yang benar” (QS. At Thur; 24).
Menurut istilah, ada beberapa pendapat dari para ulama :
1. Ulama Hadits umumnya menyatakan bahwa “Hadits ialah segala ucapan Nabi, segala perbuatan beliau, segala taqrir (pengakuan) beliau dan segala keadaan beliau”.
2. Ulama Ushul menyatakan “Hadits ialah segala perkataan, segala perbuatan dan taqrir Nabi, yang berhubungan dengan  ampe”.
3. Sebagian Ulama antara lain At-Thiby menyatakan “Hadits ialah segala perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi, para sahabat dan para Tabi’in”.
4. Abdul Wahab Ibnu Subky dalam Mutnul Jam’il Jawami menyatakan “Hadits ialah segala perkataan dan perbuatan Nabi SAW”.
Adapun hadits menurut istilah ahli hadits  amper sama (murodif) dengan sunah, yang mana keduanya memiliki arti segala sesuatu yang berasal dari Rasul, baik setelah dingkat ataupun sebelumnya. Akan tetapi kalau kita memandang lafadz hadits secara umum adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw. Setelah diangkat menjadi nabi, yang berupa ucapan, perbuatan, dan taqrir beliau. Oleh sebab itu, sunah lebih umum daripada hadits.
__________________________________________________
Drs. H. Muhammad Ahmad dan Drs. M. Mudzakir. Ulumul Hadits untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, Bandung: Pustaka Setia, 1997.      
                    



Ahli hadits dan ahli ushul berbeda pendapat dalam memberikan pengertian tentang hadits. Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya adalah “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun ketetapannya.”
Menurut rumusan lain, hadits adalah “Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau.”
Adapun menurut muhadditsin, hadits itu adalah “Segala apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik itu hadits marfu’ (yang disandarkan kepada Nabi) ataupun hadits maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’in).”Dan ahli ushul berpendapat, bahwa hadits adalah “Semua perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya.”
        Sesuai definisinya ada tiga macam hadits :
1. Hadits yang berupa perkataan (Qauliyah), contohnya, sabda Nabi SAW ;
“Orang mukmin dengan orang mukmin lainnya bagaikan sebuah bangunan, yang satu sama lain saling menguatkan.” (HR. Muslim)
2. Hadits yang berupa perbuatan (fi’liyah) mencakup perilaku beliau, seperti tata cara shalat, puasa, haji, dsb. Berikut contoh haditsnya, Seorang sahabat berkata : “Nabi SAW menyamakan (meluruskan) saf-saf kami ketika kami melakukan shalat. Apabila saf-saf kami telah lurus, barulah Nabi SAW bertakbir.” (HR. Muslim)
3. Hadits penetapan (taqririyah) yaitu berupa penetapan atau penilaian Nabi SAW terhadap apa yang diucapkan atau dilakukan para sahabat yang perkataan atau perbuatan mereka tersebut diakui dan dibenarkan oleh Nabi SAW. contohnya hadits berikut, seorang sahabat berkata ; “Kami (Para sahabat) melakukan shalat dua rakaat sesudah terbenam matahari (sebelum shalat maghrib), Rasulullah SAW terdiam ketika melihat apa yang kami lakukan, beliau tidak menyuruh juga tidak melarang kami ” (HR. Muslim)
_________________________________ 
Drs. H. Muhammad Ahmad dan Drs. M. Mudzakir. Ulumul Hadits untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, Bandung: Pustaka Setia, 1997              


B. Sunnah 
  > Sunnah menurut bahasa, sunnah adalah “Kebiasaan dan jalan (cara) yang baik dan yang jelek.” Menurut batasan lain, sunnah berarti “Jalan (yang dilalui) baik yang terpuji atau yang tercela ataupun jalan yang lurus atau tuntutan yang tetap (konsisten).”
Ayat-ayat Al-Quran yang menunjukkan arti sunnah menurut bahasa antara lain:
i. QS. Al-Anfal: 38
38. Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu[609]: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi[610] Sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu ".
ii. QS. Al-Hijr: 13
13. Mereka tidak beriman kepadanya (Al Quran) dan Sesungguhnya Telah berlalu sunnatullah terhadap orang-orang dahulu[794].
Maksud sunnatullah di sini ialah membinasakan orang-orang yang mendustakan rasul.
iii. QS. Al-Ahzab: 62
62. Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang Telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah.
iv. QS. Al-Mukmin: 85
85. Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka Telah melihat siksa kami. Itulah sunnah Allah yang Telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. dan di waktu itu binasalah orang-orang kafir.



________________________________________
Shiddiqiey, TM. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang : Pustaka Rizki Putra. 2001


Menurut istilah, ada beberapa pendapat :
a. Menurut Ahli Hadits 
Sunnah  Segala yang dinukilkan dari Nabi saw, baik berupa perkataan, taqrir, pengajaran, sifat, keadaan, maupun perjalanan hidup beliau, baik yang terjadi sebelum maupun sesudah menjadi Rasul.
b. Menurut Ahli Ushul
Sunnah  Segala yang dinukilkan dari Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir (pengakuan), yang mempunyai hubungan dengan hukum.
c. Menurut Ahli Fiqih
Sunnah  Suatu amalan yang diberi pahala apabila dikerjakan dan tidak diberi siksa apabila ditinggalkan.
d. Menurut Ibnu Taimiyah
Sunnah  Adat (tradisi) yang telah berulah kali dilakukan masyarakat, baik yang dipandang ibadah maupun tidak.
e. Menurut Dr. Taufiq Sidqy
Sunnah  Thariqat (jalan) yang dipraktekkan oleh Rasulullah saw, terus-menerus dan diikuti oleh para sahabat beliau.
f. Menurut Prof. Dr. T. M. Habsi Ash-Shiddieqy
Sunnah  Suatu amalan yang dilaksanakan oleh Nabi saw, secara terus menerus dan dinukilkan kepada kita dari zaman ke zaman dengan jalan mutawatir”.
 g.Sunnah menurut Muhadditsin adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat, kelakuan, maupun perjalanan hidup, baik setelah diangkat ataupun sebelumnya.
 h.Sunnah menurut Fuqoha adalah sesuatu yang diterima dari Nabi Muhammad saw, yang bukan fardlu ataupun wajib.
  i.Sunnah menurut istilah ahli ushul fiqh adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi-selain al Qur’an- baik berupa perkataan, perbuatan ataupun taqrir yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i.
___________________________________________  
Shiddiqiey, TM. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang : Pustaka Rizki Putra. 2001
       


C. Khabar
Khabar menurut bahasa adalah berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain.
Khabar menurut Muhadditsun adalah warta dari Nabi, Sahabat, dan Tabi’in. oleh karena itu, hadits marfu’, mauquf, dan maqthu’ bisa dikatakan sebagai khabar. Dan menurutnya khabar murodif dengan hadits.
Sebahagian ulama berpendapat bahawasannya hadits dari Rasul, sedangkan khabar dari selain Rasul. Dari pendapat ini, orang yang meriwayatkan hadits disebut Muhadditsin dan orang yang meriwayatkan sejarah dan yang lain disebut Akhbari.
Adapun secara terminologi terdapat perbedaan pendapat terkait definisi khabar, yaitu:
a. Kata khabar sinonim dengan hadits;
b. Khabar adalah perkataan, tindakan, dan ketetapan seseorang selain Nabi Muhammad. Sedangkan hadits adalah perkataan, tindakan, dan ketetapan Nabi Muhammad.
c. Khabar mempunyai arti yang lebih luas dari hadits. Oleh karena itu, setiap hadits dapat disebut juga dengan khabar. Namun, setiap khabar belum tentu dapat disebut dengan hadits.
Selain istilah Hadits dan Sunnah, terdapat istilah Khabar dan Atsar. Khabar menurut lughat, berita yang disampaikan dari seseorang kepada seseorang. Untuk itu dilihat dari sudut pendekatan ini (sudut pendekatan bahasa), kata Khabar sama artinya dengan Hadits. Menurut Ibn Hajar al-Asqalani, yang dikutip as-Suyuthi, memandang bahwa istilah hadits sama artinya dengan khabar, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu, mauquf, dan maqthu’. Ulama lain, mengatakan bahwa kbabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi SAW., sedang yang datang dari Nabi SAW. disebut Hadits. Ada juga ulama yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dari khabar. Untuk keduanya berlaku kaidah ‘umumun wa khushushun muthlaq, yaitu bahwa tiap-tiap hadits dapat dikatan Khabar, tetapi tidak setiap Khabar dapat dikatakan Hadits. Menurut istilah sumber ahli hadits; baik warta dari Nabi maupun warta dari sahabat, ataupun warta dari tabi’in. Ada ulama yang berpendapat bahwa khabar digunakan buat segala warta yang diterima dari yang selain Nabi SAW. Dengan pendapat ini, sebutan bagi orang yang meriwayatkan hadits dinamai muhaddits, dan orang yang meriwayatkan sejarah dinamai akhbary atau khabary. Ada juga ulama yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dari khabar, begitu juga sebaliknya ada yang mengatakan bahwa khabar lebih umum dari pada hadits, karena masuk ke dalam perkataan khabar, segala yang diriwayatkan, baik dari Nabi maupun dari selainnya, sedangkan hadits khusus terhadap yang diriwayatkan dari Nabi SAW. 
___________________________________ 
http/ /www.hanumsyafa.wordpress.com/category/ulumul-hadits/

D.Atsar
Secara etimologi atsar berarti sisa reruntuhan rumah dan sebagainya. Sedangkan secara terminologi ada dua pendapat mengenai definisi atsar ini. Pertama, kata atsar sinonim dengan hadits. Kedua, atsar adalah perkataan, tindakan, dan ketetapan Shahabat.
Atsar menurut lughat ialah bekasan sesuatu, atau sisa sesuatu, dan berarti nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu do’a umpamanya yang dinukilkan dari Nabi dinamai: do’a ma’tsur. Sedangkan menurut istilah jumhur ulama sama artinya dengan khabar dan hadits. Dari pengertian menurut istilah, terjadi perbedaan pendapat di antara ulama. “Jumhur ahli hadits mengatakan bahwa Atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat, dan tabi’in. Sedangkan menurut ulama Khurasan, bahwa Atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang marfu.

Perbedaan Hadits dengan as-Sunnah, al-Khabar, dan al-Atsar 
Dari keempat istilah yaitu Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar, menurut jumhur ulama Hadits dapat dipergunakan untuk maksud yang sama, yaitu bahwa hadits disebut juga dengan sunnah, khabar atau atsar. Begitu pula halnya sunnah, dapat disebut dengan hadits, khabar dan atsar. Maka Hadits Mutawatir dapat juga disebut dengan Sunnah Mutawatir atau Khabar Mutawatir. Begitu juga Hadits Shahih dapat disebut dengan Sunnah Shahih, Khabar Shahih, dan Atsar Shahih.
Tetapi berdasarkan penjelasan mengenai Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar ada sedikit perbedaan yang perlu diperhatikan antara hadits dan sunnah menurut pendapat dan pandangan ulama, baik ulama hadits maupun ulama ushul dan juga perbedaan antara hadits dengan khabar dan atsar dari penjelasan ulama yang telah dibahas. Perbedaan-perbedaan pendapat ulama tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :
____________________________________  
http/ /www.hanumsyafa.wordpress.com/category/ulumul-hadits/
  


(a) Hadits dan Sunnah : Hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, taqrir yang bersumber dari Nabi SAW, sedangkan Sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, atau perjalan hidupnya, baik sebelum diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya.
(b) Hadits dan Khabar : Sebagian ulama hadits berpendapat bahwa Khabar sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan kepada selain Nabi SAW., Hadits sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan kepada Nabi SAW. Tetapi ada ulama yang mengatakan Khabar lebih umum daripada Hadits, karena perkataan khabar merupakan segala yang diriwayatkan, baik dari Nabi SAW., maupun dari yang selainnya, sedangkan hadits khusus bagi yang diriwayatkan dari Nabi SAW. saja. “Ada juga pendapat yang mengatakan, khabar dan hadits, diithlaqkan kepada yang sampai dari Nabi saja, sedangkan yang diterima dari sahabat dinamai Atsar”.
(c) Hadits dan Atsar : Jumhur ulama berpendapat bahwa Atsar sama artinya dengan khabar dan Hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa Atsar sama dengan Khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat dan tabi’in. “Az Zarkasyi, memakai kata atsar untuk hadits mauquf. Namun membolehkan memakainya untuk perkataan Rasul SAW. (hadits marfu)”. Dengan demikian, Hadits sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan kepada Nabi SAW. saja, sedangkan Atsar sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat dan tabi’in.




________________________________  
http/ /www.hanumsyafa.wordpress.com/category/ulumul-hadits/
                                   


BENTUK-BENTUK HADITS
1. Hadits Qauli adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW yang berupa perkataan ataupun ucapan yang berkaitan dengan aqidah, syariah dan akhlak. 
Contoh hadits qauli ialah tentang do’a Rasulullah SAW yang ditunjukan kepada orang yang mendengan, menghafal dan menyampaikan ilmu. Hadits tersebut berbunyi : 
نصر الله امرأ سمع منا حديثا فحفظه وبلغه غيره فرب حامل فقه ليس بفقيه ثلاث لايغل عليهن قلب مسلم اخلاص العمل لله ومناصحة ولاة الامور ولزوم جماعة فان دعوتهم طحيط من ورائهم
 Artinya: ” Semoga Allah memberikan kebaikan kepada orang yang mendengarkan perkataan dariku kemudian menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain karena banyak orang yang berbicara mengenal fiqih padahal ia bukan ahlinya. Ada tiga sifat yang dapat menghindari timbulnya rasa dengki dihati seorang muslim, yaitu ikhlas beramal kepaa Allaw SWT, salng menasehati dengan pihak penguasa, dan patuh atau setia terhadap jamaah. Karena sesungguhnya do’a mereka akan membimbing dan menjaganya dari belakang”.
Hadits berupa sabda Rasulullah SAW dalam berbagai hal dan keadaan. 
(رواه مسلم )  المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا 
Artinya : “Orang mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan sebuah bangunan yang satu sama yang lainnya saling menguatkan:. (HR. Muslim) 
 Contohnya, hadits yang diriwayatkan oleh ‘Ubadah ibn al-Shamith bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ 
Artinya: ”Tidak (sah/sempurna) shalat bagi orang yang tidak membaca surat al-Fatihah”. (Shahih al-Bukhari, III: 204, hadits 714) 
____________________________________  
izzuddinrusdi.wordpress.com/2010/08/30/bentuk-bentuk-hadits/
 
                          

2. Hadits Fi’li adalah hadits yang menyebutkan perbuatan Nabi Muhammad SAW yang sampai kepada kita, seperti hadits tentang sholat dan haji. 
Contoh hadits fi’li tentang sholat adalah sabda Nabi SAW yang berbunyi: 
(رواه البخارى ومسلم )( صلوا كما رايتمونى اصلى) 

Artinya: ” Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat “. (HR.Bukhori dan Muslim). 
Misalnya hadits riwayat al-Bukhari dari Jabir ibn ‘Abd Allah:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ فَإِذَا أَرَادَ الْفَرِيضَةَ نَزَلَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَة 
Artinya: ”Rasulullah saw pernah shalat di atas tunggangannya, ke mana pun tunggangannya menghadap. Apabila ia mau melaksanakan shalat fardhu, ia turun dari tunggangannya, lalu menghadap ke kiblat ”. (Shahih al-Bukhari, III: 204, hadits 714)

كان النبى صلعم يسوى صفوفنا اذا قمنا الى الصلاة فاذا استوينا كبر
(رواه مسلم)
Artinya: ” Nabi SAW menyamakan (meluruskan) shaf-shaf kami ketika kami melaksanakan shalat, apabila shaf-shaf kami telah lurus, barulah Nabi SAW bertakbir “. (HR. Muslim) 


____________________________________ 
izzuddinrusdi.wordpress.com/2010/08/30/bentuk-bentuk-hadits/




3. Hadits Taqriri yaitu penetapan atau penilaian Rasulullah SAW terhadap apa yang diucapkan atau dilakukan para sahabat yang perkataan atau perbuatan mereka diakui dan dibenarkan oleh Nabi SAW. 
     
Contoh : 
كنا نصلى ركعتين بعد غروب الشمس وكان رسول الله صلعم يزانا ولم يأمرنا ولم ينهنا
 رواه مسلم
Artinya: ” Kami (para sahabat) melakukan shalat dua rakaat sesudah terbenam matahari (sebelum shalat magrib). Rasulullah SAW terdiam ketika melihat apa yang kami lakukan, beliau tidak menyuruh dan tidak pula melarang kami“. (HR. Muslim) 

        Diantara contoh hadits taqriri ialah sikap Rasul SAW membiarkan para sahabat melaksanakan perintahnya sesuai dengan penafsiran mereka terhadap sabdanya yang berbunyi: 
لايصلين احد العسر لافى بنى قريضة
 رواه البخارى
    Artinya: “Janganlah seseorangpun shalat ashar kecuali bila tiba dibani
Quraidah”. (HR. Muslim) 
        Sebagian sahabat memahami larangan tersebut, sehingga mereka tidak melaksanakan shalat ashar pada waktunya. Segolongan sahabat lainnya memahami perintah tersebut dengan segera menuju bani Quraidhah sehingga mereka dapat melaksanakan shalat tepat pada waktunya. Sikap para sahabat ini dibiarkan oleh Nabi SAW tanpa menyalahkan atau mengingkarinya. 
_______________________________  
izzuddinrusdi.wordpress.com/2010/08/30/bentuk-bentuk-hadits/



4. Hadits Hammi
Hadits hammi adalah hadits yang menyebutkan keinginan Nabi saw yang belum sempat beliau realisasikan, seperti halnya keinganan untuk berpuasa pada tanggal 9 Asyura sebagai diriwayatkan dari ‘Abd Allah ibn ‘Abbas:
حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 
Artinya: “Sewaktu Rasulullah saw berpuasa pada har ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya ia adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani”. Rasulullah saw menjawab, ”Tahun yang akan datang, insya Allah kita akan berpuasa pada hari kesembilan(nya)”. ‘Abd Allah ibn ‘Abbas mengatakan, “Belum tiba tahun mendatang itu, Rasulullah saw pun wafat”. (Shahih Muslim, V: 479, hadits 1916)
5. Hadits Ahwali
Hadits ahwali adalah hadits yang menyebutkan hal ihwal Nabi saw yang menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat, dan kepribadiannya. Contohnya, pernyataan al-Barra` ibn ‘Azib berikut ini:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ وَجْهًا وَأَحْسَنَهُ خَلْقًا لَيْسَ بِالطَّوِيلِ الْبَائِنِ وَلَا بِالْقَصِي
Artinya: “Rasulullah saw adalah manusia memiliki sebaik-baik rupa dan tubuh. Kondisi fisiknya, tidak tinggi dan tidak pendek ”. (Shahih al-Bukhari, XI: 384, hadits 3285)


 ______________________________________
izzuddinrusdi.wordpress.com/2010/08/30/bentuk-bentuk-hadits/



                           Hadits Qudsi

Secara etimologi Hadits Qudsi merupakan nisbah kepada kata Quds yang mempunyai arti bersih atau suci. Sedangkan secara terminologis, pengertian hadits qudsi terdapat dua versi. Yang pertama hadits qudsi merupakan kalam Allah SWT (baik dalam sturiktur maupun substansi bahasanya), dan Nabi hanya sebagai penyampai Yang kedua hadits qudsi adalah perkataan dari Nabi, sedangkan isi dari perkataan tersebut berasal dari Allah SWT. Maka dalam redaksinya sering memakai قال الله تعالى. . 

Bentuk-Bentuk Periwayatan
Ada dua bentuk periwayatan hadits qudsi :
Pertama, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Seperti yang diriwayatkannya dari Allah ‘azza wa jalla”.
Contohnya : Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari Abu Dzar radliyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam seperti yang diriwayatkan dari Allah ‘azza wa jalla” bahwasannya Allah berfirman : “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan dhalim pada diri-Ku dan Aku haramkan pula untuk kalian. Maka janganlah kamu saling menganiaya di antara kalian”.
Kedua, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Allah berfirman….”.
Contohnya : Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Allah ta’ala berfirman : Aku selalu dalam persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersama-Nya bila dia mengingat-Ku. Maka jika dia mengingat-Ku niscaya Aku mengingatnya”.

_____________________________  
Thahan, Mahmud. 2006. Tafsir Musthalah Hadits terjemah: Abu Fuad. Bogor: Pustaka Tariqul Izzah



Perbezaan Hadis Qudsi dan Hadis Nabawi 
 Hadis Qudsi biasanya diberi ciri-ciri dengan kalimat-kalimat: 
1) Qalallahu 
2) Fima yarwihi 'anillahi Tabaraka wa Ta'ala 
3) Lafaz-lafaz lain yang semakna dengan apa yang tersebut di atas, setelah penyebutan rawi yang menjadi sumber pertamanya yakni sahabat 
Sedang untuk Hadis Nabawi, tidak ada ciri-ciri demikian. Contohnya; 
 "Dari Abu Dzar Jundab bin Junadah ra dari Nabi saw berdasarkan berita yang disampaikan Allah Tabaraka wa Ta'ala, bahwa Allah telahg berfirman: " Wahai hambaKu! Aku telah mengharamkan zalim terhadap diriKu sendiri. Aku telah jadikan perbuatan zalim itu terlarang antara kamu sekelian. Kerana itu janganlah kamu saling zalim menzalimi, dan seterusnya" (Rawahul Muslim) 
 "Dari Abu Dzarr ra ujarnya: Rasulullah saw bersabda: Firman Allah 'Azza wa Jalla: " Siapa yang menjalankan kebaikan, dia berhak menerima sepuluh kali ganda atau lebih; sedang siapa berbuat kejahatan, maka balasannya satu kejahatan yang sepadan atau bahkan Aku ampuni, dan seterusnya...." (Rawahul Muslim) 
Perbezaan Hadis Qudsi dan Al-Quran 
 1) Semua lafaz Al-Quran adalah mukjizat dan mutawattir, sedangkan Hadis Qudsi tidak demikian halnya. 
2) Ketentuan hukum yang berlaku bagi Al-Quran, tidak berlaku bagi Al-Hadis seperti larangan menyentuhnya orang yang berhadas kecil, dan larangan membacanya bagi orang yang berhadas besar.Sedangkan Hadis Qudsi tidak ada larangan. 
3) Setiap huruf yang dibaca dari Al-Quran diberi pahala kepada pembacanya 10 kebaikan. 
4) Meriwayatkan Al-Quran tidak boleh dengan maknanya saja atau mengganti lafaz sinonimnya. Berlainan dengan Al-Hadis.

__________________________  
Thahan, Mahmud. 2006. Tafsir Musthalah Hadits terjemah: Abu Fuad. Bogor: Pustaka Tariqul Izzah



KESIMPULAN

Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya adalah “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun ketetapannya.”
Sunnnah menurut bahasa, sunnah adalah “Kebiasaan dan jalan (cara) yang baik dan yang jelek.” Menurut batasan lain, sunnah berarti “Jalan (yang dilalui) baik yang terpuji atau yang tercela ataupun jalan yang lurus atau tuntutan yang tetap (konsisten).”
Dan ahli fiqih mengartikan sunnah sebagai “Segala ketetapan yang berasal dari Nabi selain yang difardhukan dan diwajibkan.” Menurut mereka, “Sunnah merupakan salah satu hukum yang lima (wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah), dan yang tidak termasuk kelima hukum ini disebut bid’ah.”
Khabar menurut bahasa adalah “Semua berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain.” Menurut ahli hadits, khabar sama dengan hadits. Keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu’, mauquf, dan maqthu’, dan mencakup segala sesuatu yang datang dari Nabi, sahabat, dan tabi’in.Adapun atsar berdasarkan bahasa sama pula dengan khabar, hadits, dan sunnah.
Umat Islam pada saat itu secara langsung memperoleh Hadits dari Rasul SAW sebagai sumber Hadits, baik itu berupa perkataan, perbuatan dan taqrir. Antara Rasul SAW dengan mereka tidak ada jarak atau hijab yang dapat menghambat atau mempersulit pertemuan mereka. Para sahabat menerima Hadits dari Rasul SAW adakalanya langsung dari beliau sendiri, mereka langsung mendengar atau melihat contoh perilaku yang dilakukan Nabi SAW, baik karena ada sesuatu soal yang diajukan oleh seseorang kepada Nabi lalu Nabi menjawabnya, atau karena Nabi sendiri yang memulai pembicaan tentang suatu persoalan. Indah sekali, betapa bahagia dan indahnya umat pada saat itu. 
Hadits  digolongkan kepada lima iaitu:-
Hadis Qauli adalah: 
>Seluruh Hadis yang diucapkan Rasul SAW untuk berbagai tujuan dan dalam berbagai kesempatan. 
Hadis Fi’li adalah:
>Iaitu seluruh perbuatan yang dilaksanakan oleh Rasul SAW. 


Hadits Taqriri adalah:

Taqrir adalah keadaan nabi yang mendiamkan atau tidak mengadakan sanggahan dan reaksi terhadap tindakan atau perilaku para sahabatnya serta menyetujui apa yang dilakukan oleh para sahabatnya itu.
Hadits Himma adalah:
adalah suatu keinginan atau cita-cita nabi dan nabi belum melakukannya . cita -cita nabi karena ketakutan beliau masihkan diberi kesempatan untuk hidup.Himmah (keinginan) Nabi untuk melaksanakan suatu hal, seperti keinginan beliau untuk berpuasa setiap tanggal 9 Muharram.
Hadits Ahwali adalah:
 Sifat-sifat Nabi yang digambarkan dan dituliskan oleh para sahabatnya dan dan para ahli sejarah baik mengenai sifat jasmani ataupun moralnya.

Hadits Qudsi
1. Menurut bahasa: Al-Qudsiyu dinisbahkan pada kata Al-Quds yang berarti suci sebagaimana yang ada dalam kamus. Iaitu hadits yang dinisbahkan kepada Zat Yang Maha Suci, Allah Ta’ala.
2. Menurut istilah: hadits yang disampaikan kepada kita, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sanad dari beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
3. Jumlah hadits Qudsi
4. Dibandingkan dengan jumlah hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, jumlah hadits qudsi itu tidak banyak. Jumlah hadits qudsi lebih dari dua ratus buah.
5. Contoh Hadits Qudsi
6. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang meriwayatkan dari Allah Ta’ala bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah melarang kedzaliman terhadap diri-Ku, dan telah Ku jadikan di antara kalian sebagai suatu yang terlarang, maka janganlah kalian dzalim.”




                           Daftar Pustaka

Drs. H. Muhammad Ahmad dan Drs. M. Mudzakir. Ulumul Hadits untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, Bandung: Pustaka Setia, 1997.    
Shiddiqiey, TM. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang:Pustaka Rizki Putra. 2001
http/ /www.hanumsyafa.wordpress.com/category/ulumul-hadits/
izzuddinrusdi.wordpress.com/2010/08/30/bentuk-bentuk-hadits/
Thahan, Mahmud. 2006. Tafsir Musthalah Hadits terjemah: Abu Fuad. Bogor: Pustaka Tariqul Izzah



  








2 comments:

  1. assalamualaikum, ayat al quran di atas, surah At- Thur tertulis ayat ke 24, yg betulnya ialah ayat 34…mohon betulkan…

    ReplyDelete
  2. Make Money With Online Sports Betting and Betting
    Online Sports Betting & Betting at หารายได้เสริม BetMGM Sportsbook Review & Bonus · Betting Guide with Promotions · How to Read Odds · Betting Picks and Predictions · What Sports Betting Sites

    ReplyDelete